Puji dan
syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ”Ilmu Sosial Dasar” ini yang bertemakan “Peran Keluarga Dalam Membangun Manusia Indonesia yang Berkarakter” ini tepat pada
waktunya.
Dalam menyusun
makalah ini, penulis banyak memperoleh
bantuan dari berbagai sumber media termasuk internet serta buku yang terkait
dengan judul makalah yang penulis ambil.
penulis menyadari
bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya
makalah ini. Saya berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam
jaringan kewajiban dan hak keluarga yang disebut hubungan peran (role
relations). Seseorang disadarkan akan adanya hubungan peran tersebut karena
proses sosialisasi yang sudah berangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu
proses dimana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga
lain daripadanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang
dikehendaki.(Goode, 1983)
Anak-anak
memiliki dunianya sendiri. Hal iu ditandai dengan banyaknya gerak, penuh
semangat, suka bermain pada setiap tempat dan waktu,tidak mudah letih, dan
cepat bosan. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu ingin
mencoba segala hal yang dianggapnya baru. Anak-anak hidup dan berpikir untuk
saat ini, sehingga ia tidak memikirkan masa lalu yang jauh dan tidak pula masa
depan yang tidak diketahuinya. Oleh sebab itu, seharusnya orang tua dapat
menjadikan realitas masa sekarang sebagai titik tolak dan metode pembelajaran
bagi anak.(Zurayk, 1997)
Perkembangan
karakter seorang anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadapnya. Karakter
seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat
berpengaruh. “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat.
Bagi setiap orang keluarga (suami, istri, dan anak-anak) mempunyai proses
sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati budaya yang berlaku dalam
masyarakatnya.” (Mudjijono, et al., 1995)
Pendidikan
dalam keluarga sangatlah penting dan merupakan pilar pokok pembangunan karakter
seorang anak. Pendidikan dasar wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota,
tetapi juga masyarakat pedesaan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi cenderung lebih dihormati karena dianggap berada strata sosial yang
tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya
dalam berbagai situasi.
“Manusia
Indonesia yang berkualitas hanya akan lahir dari renaja yang berkualitas,
remaja yang berkualitas hanya akan tumbuh dari anak yang berkualitas.” (TOR
dalam Mudjijono,et al., 1995). Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil
memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu. Keluarga
menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan seseorang
terbentuk.
Sebagai
lembaga sosial terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks,
karena dimulai dari keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi. Dalam keluarga, seorang anak
belajar bersosialisasi, memahami, menghayati, dan merasakan segala aspek
kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai
kerangka acuan di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan.
Seiring
dengan perkembangan zaman, pendidikan moral dalam keluarga mulai luntur. Arus
globalisasi menyerang di segala aspek kehidupan bermasyarakat, tidak hanya
masyarakat kota tetapi juga masyarakat pedesaan. Dengan demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa peran kelurga sangat besar sebagai penentu terbentuknya moral
manusia-manusia yang dilahirkan.
1.2 Rumusan masalah
1. Fungsi keluarga
2. Pengaruh
Keluarga Terhadap Perkembangan Moral Anak
3. Pengaruh
Keluarga Terhadap Perkembangan karakter Anak
4. Peran Keluarga
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan mengenai fungsi keluarga.
2. Menjelaskan mengenai pengaruh keluarga terhadap
perkembangan karakter seorang anak.
3. Peran keluarga untuk membangun karakter anak
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya umumnya dan
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah wawasan dan pemahaman peranan
keluarga untuk membangun seorang manusia yang karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FUNGSI
KELUARGA
Menurut Munandar (1985), pengertian
keluarga dapat dilihat dalam arti kata yang sempit, sebagai keluarga inti yang
merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan
pernikahan dan terdiri dari seorang suami (ayah), isteri (ibu) dan anak-anak
mereka. Sedangkan keluarga dalam arti kata yang lebih luas misalnya keluarga
RT, keluarga komplek, atau keluarga Indonesia.
keluarga adalah merupakan lingkungan
pendidikan pertama bagi anak. Di lingkungan keluarga pertama-tama anak mendapat
pengaruh, karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertinggiyang
bersifat informal dan kodrat. Pada keluarga inilah anak mendapat asuhan dari
orang tua menuju ke arah perkembangannya.
Keluarga menjalankan peranannya
sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta moral seorang
anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan
anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan tempat
ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu berkembang. Kemampuan
untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku
yang menyimpang. Selain sebagai tempat berlindung, keluarga juga memiliki
fungsi sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan anak-anak bertingkah laku sesuai dengan niai-nilai dan
norma-norma aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada
(sosialisasi).
2.
Mengusahakan tersekenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi),
sehingga keluarga sering disebut unit produksi.
3.
Melindungi anggota keluarga yang tidak produksi lagi (jompo).
4.
Meneruskan keturunan (reproduksi).
Menurut
Kingslet Davis menyebutkan bahwa fungsi keluarga ialah sebagai berikut :
1.
Reproduction, yaitu menggantikan apa yang telah habis atau hilang untuk
kelestarian sistem sosial yang bersangkutan.
2.
Maintenance, yaitu perawatan dan pengasuhan anak hingga mereka mampu
berdiri sendiri.
3.
Placement, memberi posisi sosial kepada setiap anggotanya, baik itu
posisi sebagai kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga, atau pun
posisi-posisi lainnya.
4.
Sosialization, pendidikan serta pewarisan nilai-nilai sosial sehingga
anak-anak kemudian dapat diterima dengan wajar sebagai anggota masyarakat.
5.
Economics, mencukupi kebutuhan akan barang dan jasa dengan jalan
produksi, distribusi, dan konsumsi yang dilakukan di antara anggota keluarga.
6.
Care of the ages, perawatan bagi anggota keluarga yang telah lanjut
usianya.
7.
Political center, memberikan posisi politik dalam masyarakat tempat
tinggal.
8.
Physical protection, memberikan perlindungan fisik terutama berupa
sandang, pangan, dan perumahan bagi anggotanya.
Bila seorang anak dibesarkan pada
keluarga pembunuh, maka ia akan menjadi pembunuh. Bila seorang anak dibesarkan
melalui cara-cara kasar, maka ia akan menjadi pemberontak. Akan tetapi, bila
seorang anak dibesarkan pada keluarga yang penuh cinta kasih sayang, maka ia
akan tumbuh menjadi pribadi cemerlang yang memilki budi pekerti luhur. Keluarga
sebagai tempat bernaung, merupakan wadah penempaan karakter individu.
Pada masa sekarang ini, pengaruh
keluarga mulai melemah karena terjadi perubahan sosial, politik, dan budaya.
Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya anak dari kekuasaan
orang tua. Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam pendidikan. Tidak seperti
fungsi keluarga pada masa lalu yang merupakan kesatuan produktif sekaligus
konsumtif. Ketika kebijakan ekonomi pada zaman modern sekarang ini mendasarkan
pada aturan pembagian kerja yang terspesialisasi secara lebih ketat, maka
sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada orang-orang yang menggeluti
profesi tertentu.
Uraian tersebut cukup menjelaskan
apa arti keluarga yang sesungguhnya. Keluarga bukan hanya wadah untuk tempat
berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Lebih dari itu, keluarga merupakan wahana
awal pembentukan moral serta penempaan karakter manusia. Berhasil atau tidaknya
seorang anak dalam menjalani hidup bergantung pada berhasil atau tidaknya peran
keluarga dalam menanamkan ajaran moral kehidupan. Keluarga lebih dari sekedar
pelestarian tradisi, kelurga bukan hanya menyangkut hubungan orang tua dengan
anak, keluarga merupakan wadah mencurahkan segala inspirasi. Keluarga menjadi tempat
pencurahan segala keluh kesah. Keluarga merupakan suatu jalinan cinta kasih
yang tidak akan pernah terputus.
2.2 Pengaruh Keluarga Terhadap
Perkembangan Moral Anak
Papalia dan Old (1987) dalam Hawadi
(2001) membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap :
1.
Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai
masa lahir.
2.
Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama
kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan
merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa
tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik
serta kemandirian.
3.
Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6
tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah.
4.
Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal
pula sebagai masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan
menyerap berbagai hal yang ada di lingkungannya.
5.
Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak
mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman
sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.
Anak-anak sering bertanya tentang
banyak hal, baik yang berhubungan dengan hal-hal yang faktual maupun yang
fiktif. Pertanyaan-pertanyaan ini, bagi anak-anak, merupakan ekspresi dari rasa
ingin tahu dan menyibak keraguannya, sehingga anak tersebut terdorong untuk
mengajukan pertanyaan. Hal ini merupakan kebutuhan psikis alamiah yang
dinamakan dengan istilah “cinta meneliti.”(Zurayk, 1997)
Cinta meneliti ini merupakan salah
satu pertanda anak yang cerdas. Anak cerdas selalu ingin tahu dan terangsang
untuk memcahkan masalah yang baru ditemukannya. Dengan begitu, ia dapat mencoba
hal-hal baru dan menciptakan produk-produk pemikiran bagi dirinya sendiri.
Gardner (2005) dalam Amstrong (2005), mendefinisikan kecerdasan sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai
budaya.
Anak-anak mulai berpikir kritis
dimulai ketika mereka menuju pada panguasaan bahasa dan motorik serta
kemandirian, yaitu pada masa tatih (diatas 18 bulan). Pada masa ini anak-anak
mulai mengenal bahasa dan tertarik untuk mempelajarinya. Berbagai pertanyaan
kritis mulai terlontar.
Seiring dengan pertanyaan yang
keluar dari bibir mungil seorang anak, disinilah peran orang tua bermain. Orang
tua dapat menjawab segala pertanyaan anak dengan jawaban yang sebenarnya atau
jawaban fiksi yang merupakan karangan orang tua. Orang tua dituntut untuk dapat
memberi jawaban yang dapat memuaskan hati seorang anak, sekalipun jawaban itu
dirasanya sangat sulit dipahami oleh anak karena pertanyaannya yang bersifat
sensitif. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan dari seorang anak, pendidikan
mengenani moral dan budi pekerti dapat ditanamkan.
Penanaman moral pada diri seorang
anak berawal dari lingkungan keluarga. Pengaruh keluarga dalam penempaan
karakter anak sangalah besar. Dalam sebuah keluarga, seorang anak diasuh,
diajarkan bebagai macam hal, diberi pendidikan mengenai budi pekerti serta
budaya. Setiap orang tua yang memiliki anak tentunya ingin anaknya tumbuh dan
berkembang menjadi manusia cerdas yang memiliki budi pekerti baik agar dapat
menjaga nama baik keluarga.
Anak bukan lah orang dewasa, ia
memiliki sifat-sifat yang khas. Seorang anak melihat, mendengar, berperasaan,
dan berpikir dengan bentuk yang khas, namun tidak keluar dari logika dan
perasaan yang sehat. Misalnya, anak-anak itu melihat, mendengar, dan
berperasaan sebagaimana orang tua melihat, mendengar, berperasaan, dan
berpikir. Karena itu, orang tua seharusnya mempergauli anak-anak berdasarkan
pada anggapan bahwa dia adalah anak-anak. Sebagaimana dikatakan, “Pemuda tidak
akan menjadi pemuda yang sebenarnya selama masa kanak-kanaknya tidak menjadi
anak-anak yang sebenarnya.”
Keluarga memberikan pengaruh pada pembentukan
budi luhur bagi seorang anak. Salah satu ciri anak yang berbudi luhur adalah
selalu menunjukkan sikap sopan dan hormatnya pada orang tua. Budi luhur yang
melekat pada setiap orang bukan datang dengan sendirinya, melainkan harus
diciptakan. Terutama dalam keluarga dan bukan merupakan keturunan. Dengan kata
lain, budi luhur tidak merupakan keturunan melainkan merupakan produk
pendidikan dalam keluarga, merupakan perpaduan antara akal. Kehendak, dan rasa.
Seiring dengan perkembangan zaman,
terjadi pergeseran nilai-nilai kebudayaan pada masyarakat. Siaran-siaran
televisi kembali menjadi salah satu faktor penyebab lunturnya nilai-nilai
tersebut. Hadirnya televisi telah merebut perhatian anak terhadap orang tua.
Anak seringkali mengabaikan nasihat yang diberikan oleh orang tua dengan alasan
nasihat tersebut terkesan kuno. Dalam kondisi demikian, seorang anak tidak
mengetahui yang sebenarnya mengenai nilai-nilai yang seharusnya diberikan orang
tua kepada anaknya.
Pada masa sekarang, intensitas
bertemu antara anak dengan orang tua sangatlah sempit. Oleh karena itu, orang
tua harus mampu membagi waktu dengan baik dan mencari saat-saat yang tepat
untuk menyelipkan pelajaran mengenai budi pekerti luhur. Pada saat makan malam
misalnya, atau pada saat menonton televisi bersama, sambil membimbing.
Kejujuran merupakan hal terpenting
bagi individu dalam menjalani hidup, dan tahap awal penanaman sikap jujur
dimulai dari keluarga. Penanaman sikap jujur dalam keluarga dapat dimulai dari
perilaku orang tua yang selalu bersikap dan berkata jujur. Dengan begitu,
maka akan lebih mudah bagi seorang anak menanamkan sikap jujur pada dirinya
karena tidak pernah merasa dibohongi. Dalam suatu keluarga, tidak dapat
dipungkiri bahwa sesekali seorang anggotanya melakukan suatu kebohongan.
Seseorang melakukan suatu kebohongan biasanya disebabkan oleh rasa takut karena
dianggap melakukan kesalahan atau sedang menyembunyikan sesuatu. Dalam banyak
hal, sebaiknya orang tua mendengarkan pendapat anaknya, karena bagaimana pun
komunikasi dalam keluarga harus tetap berlangsung dengan baik
2.3 Pengaruh Keluarga Terhadap
Perkembangan karakter Anak
lingkungan
sosial yang pertama yang dikenal individu sejak lahir adalah keluarga. ibu,
ayah dan anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan social yang secara
langsung berhubungan dengan individu. sosialisasi yang dialami individu secara
intensif berlangsung dalan keluarga. pengenalan nilai, norma dan kebisaan untuk
pertama kali diterima dari keluarga. pengaruh sosialisasi dan enkulturasi yang
berasal dari keluarga sangat besar bagi pembentukan dan perkembangan individu.
kebiasaan
kebiasaan baik yang positif maupun yang berlangsung lama danterbuka dalam
lingkungan keluarga dapat tertanam secara kuatpada kepribadian seseorang.
kebiasaan tidur dan bangun cepat atau terlambat, kebiasaan menggosonk gigi,
kebiasaan menyisir rambut dan berpakaian rapi atau tida, yang terbawa dalam
kepribadian seseorang, berlangsung dalam keluarga. pada masa lamapau pelajaran
agamapun dilakukan dalam lingkuangan ini.
selanjutnya
keadaan keluarga sebagai suatu bentuk lingkungan sosial termasuk besar kecilnya
keluarga, keharmonisan keluarga, perlakuan ayah ibu terhadap seorang anak,
sangat mempengaruhi pembentukan dan perkemabang kepribadian seorang anak. dalam
menanamkan disilipin, nilai, norama, kebiasaan dasar, keluarga sanagt besar
perannya.
fungsi keluarga sebagai sarana pewarisan budaya dapat berkurang apabila
hubungan orang tua dengan anak tidak lagi mendalam karena berbagai tuntunan dan
kebutuhan hidup. peranan keluarga dalam pembinaan kepribadian anak menjadi
sangat mundur. tugas keluarga memberikan dasar pendidikan dan kebiasaan menjadi
sangat dangkal. akibatnya perkembangan kepribadiaan anak menjadi lebih
terpengaruh oleh hal hal yang negative.
dewasa ini penanaman kebiasaan yang baik, penanaman nilai, dan norma, penanaman
disiplin dan lain lainnya melalui orang tua menjadi sanagt lemah. bahkan pada
beberapa keluarga terdapat kecenderungan merosotnya wibawa orang tua terhadap
anak-anaknya. dengan sendirinya peranan orang tua sebagai sarana pewarisan
budaya akan menurun. hal itu antara lain juga disebabkan anatara lain oleh
kesibukan orang tua di luar rumah sehingga hubungan dengan anak menjadi kurang
mendalam.
selain
itu motivasi juga bisa diberikan dari orang tua kepada kepada anan-anak mereka.
motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang di berikan
seorang individu kepada individu lainnya sedemikan rupa, sehingga orang yang
diberi motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang dimotifasikan
secara kritis, rasional, dan penuh rasa tanggung jawab.
2.4 Peran
Keluarga
Keluarga bagi seorang anak merupakan
lembaga pendidikan non formal pertama, di mana mereka hidup, berkembang, dan
matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali diajarkan pada
pendidikan. Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan
pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu
pengetahuan.
Menurut Effendi (1995) keluarga
memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, di segala norma dan etika yan
berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari
orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat.
Keluarga memiliki peranan penting
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan moral dalam
keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada setiap individu. Walau bagaimana
pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi tolak ukur berhasil
tidaknya suatu pembangunan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang
peranan penting serta sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan
intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa. Keluarga, kembali
mengmbil peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Berbagai aspek pembangunan suatu bangsa, tidak dapat
lepas dari berbgai aspek yang saling mendukung, salah satunya sumber daya
manusia. Terlihat pada garis-garis besar haluan negara bahwa penduduk merupakan
sumber daya manusia yang potensial dan produktif bagi pembangunan nasional. Hal
ini pun tidak dapat terlepas dari peran serta keluarga sebagai pembentuk
karakter dan moral individu sehingga menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat
memerlukan adanya sumber daya manusia yang berkualitas baik. Untuk mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas baik tentunya memerlukan berbagai macam
cara. Salah satu diantanya adalah melalui pendidikan. Pendidikan baik formal
maupun informal. Pendidikan moral dalam keluarga merupakan salah satunya.
Walaupun memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
tetapi rendah dalam hal moralitas, individu tidak akan berarti dimata siapa
pun. Pendidikan moral dimulai dari sebuah keluarga yamng menanamkan budi
pekerti luhur dala setiap interaksinya. Sumber daya manusia berkualitas dapat
dilihat dari keluarganya. Bukan hanya keluarga mampu dari segi materi, yang
dapat meningkatkan kualitas individunya melalui tambahan-tambahan materi
pembelajaran di luar bangku sekolah. Akan tetapi, keluarga sederhana di desa
pun dapat menjamin kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya dan
keluhuran budi pekerti merupakan hasil tempaan orang tua.
Sayangnya, banyak orang tua yang
tidak tahu bagaimana cara mendidik anak yang baik bagi pertumbuhan optimal
anak. Akibatnya, anak pun tumbuh tidak sebagaimana yang diharapkan.
Dari semua penjelasan diatas perlu
untuk diketahui bahwa mendidik anak baik dalam hal penerapan pola asuh,
pendidikan dan juga dalam memahami anak, sangatlah wajib hukumnya untuk
diketahui bagi ayah/bunda.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil
yang di dalamnya dapat terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak yang masing-masing
memiliki peran. Anak merupakan buah dari keluarga bahagia. Anak-anak memiliki
pemikiran kritis akan banyak hal dimulai ketika ia mulai mengenal bahasa.
Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari mulut seorang anak sebaiknya
dijawab dengan jawaban yang jujur dan dapat memuaskan hati anak. Pendidikan
moral dan kejujuran bagi seorang anak berawal dari kelurga, melalui orang tua.
Hal ini yang dapat membentuk karakter anak di masa depan.
SARAN
Orang tua atau keluarga merupakan
panutan bagi anak-anaknya, untuk itu sebaiknya orang tua dapat menjadi contoh
yang baik bagi anak-anaknya. Orang tua juga harus membuka diri terhadap
perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Anak-anak memiliki pemikiran yang
kritis terhadap sesuatu yang baru. Bila orang tua tidak membuka diri terhadap
perkembangan yang ada, kelak akan menuai kesulitan dalam menjawab pertanyaan
dari anak. Pada akhirnya berbuah kebohongan dan secara tidak langsung
menanamkannya pada anak.
Daftar Pusataka
http://lemonanew.blogspot.com/
http://tugasisdkedua.blogspot.com/
http://wimelimonica.wordpress.com/peran-keluarga-terhadap-perkembangan-karakter-anak/
http://agilkusumo.wordpress.com/2014/11/02/ilmu-sosial-dasar-peran-keluarga-dalam-membangun-manusia-indonesia-yang-berkarakter/
http://unsurbudaya4ka38.blogspot.com/2013/10/peran-keluarga-dalam-pembentukan.html
http://ceritaanni.wordpress.com/2011/10/08/peran-fungsi-keluarga-dalam-membangun-moral-bangsa/
http://www.slideshare.net/AdeRifaiKolot/pengaruh-keluarga-terhadap-perkembangan-anak
http://indonesiana.tempo.co/read/14511/2014/05/06/diananthie2014/pengaruh-pola-asuh-keluarga-pada-pembentukan-karakter-anak
http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/2887/2570